Custom Search
Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by boy

Searah jarum Jam Gadang Bukik (Bukittinggi Episode 2)




"Hayo apa yang unik dari jam ini?...yang buat orang sering liat keatas"
Pinta temen kerjaku sambil penasarn menjalar ke saluran otakku..."Coba liat keatas apa yang aneh"...kuangkat lagi bola mataku seakan ingin menempel lekat dekat jam itu. "Gak ada yang aneh, sama aja", komentar diri yang berusaha menenangkan samudra penasaran. "yah udah klo gak ketemu coba cari jam 3 dan jam 4", wah petunjuk nih... tapi aku lihat juga sama aja gak ada yang aneh. "wah masih gak tahu , piye toh???!"... "itu jam 4 nya tertulis gimana?" tertulis garis sebanyak empat gitu dan bukan aturan romawi sebenarnya kata benakku...teeeet tersingkap juga tipuan otakku yang kuangkat tepian bibirku tersenyum.

Jam gadang tidak diragukan lagi sebagai point of view kota bukittinggi, letaknya yang dipuncak bukit memeberikan leluasa pemandangan sekitarnya. Walau tidak boleh naik keatas tapi aku bisa liat kota bukit dari tempatku berdiri, ya meskipun keinginan imaginasi pemandangan kalo dilihat dari atas. Sebelah timur agak kebawah dipagari oleh barisan pohon sejenis mahoni yang sudah besar dan menkar ditapak pijakan bumi, walau tertutup masih samar kulihat pasar bawah dengan keunikan arsitek unik masjid minang dan rumahnya.

Sebelah utara berdiri tegap patung bung hatta dengan kas senyumnya, menjadikan universitas bung hatta sebagai pusat peradaban ilmu dikota itu. Tidak lupa barisan lapak-lapak dan kios penjual souvenir dan busana-busana di Pasar Atas tepat dari bung hatta menghadap di sisi lain jam gadang, hampir sebelah selatan tersebut adalah pusat transaksi ekonomi di kota bukittinggi.

suasana sejuk merendah awan dan barsihnya lingkungan sekitar jam gadang membuat pagi ini pengalaman yang menyenangkan walau hanya beberapa menit saja.....
Baca Selanjutnya

menderis hujan bukittinggi....(bukittinggi episode 1)




"Ass. mohon do'a restu, sms ini kaganti undangan d pesta pernikahanku tgl 8 maret 09 d jorong pincuran nagari koto tangah kec. Tilkam kab. agam (husni hudaya)..."

kusenyum ringan membaca isi pesan singkat yang masuk di Telpon Genggam butut. Senyum merasa kenangan itu kembali....Ya sebuah kenangan akan pesona kota Jam Gadang dan sahabat dari minang. Kayaknya pengalaman 5 bulan sudah menahun dalam nostalgia diri..

Teringat sambutan gerimis di Malam Sabtu itu aku harus tiba di sebuah daerah yang namanya disebut Kampung Cino, aku sendiri agak heran kenapa disebut itu. Sejurus lantas aku teringat kota jakarta yang ada pecinan glodok, pecinan pasar baru dll. Sudah aku menduga pasti ini pecinan-nya di bukit tinggi.. malam itu yang menyisakan keheranan dan capek perjalanan.

Seterbit matahari esoknya bekas hujan meredah...kesejukan teriris kota malang dalam benak. Dengan dataran tinggi yang memang kira-kira mirip kota malang. atis-e nemen kata orang jawa, di dingin itu aku harus segera ke kecamatan tilkam mengambil data untuk launching...data yang sangat aku perlukan. Yah ini lah kecamatan didaerah asing, aku mulai tugas. sperentas laju kereta membawa lintas bukittinggi kearah selatan. alih-alih selesai tugas hari itu dengan hilangnya kewas-wasan menjadi lagi senyum.

" yuk kita ngopi di pisang panggang..." tawaran menarik teman kerja yang dapat tugas bersama. Kesempatan yang aku tunggu-tunggu karena kesibukan kemaren tidak sempat ku ingat jam gadang ada disebelah mana??? melangkah kakiku di kampung cino terasa sekali arsitek bangunan lama, yang menggurat kota itu di puluh waktu yang lampau, banyak rumah khas sebuah tempat tinggal kampung cina namun tidak dengan pagarnya yang tinggi. Tampaknya dulu telah berevolusi dengan kebijakan tanda tangan sejarah yng terjadi. Sebagian sudah mengalami update modernisasi ruko-ruko sekarang. tapi tetap kuat imajinasi bangunan ditahun-tahun masa perjuangan kemerdekaan ato di film-film indonesia di tahun 70-an yang masih dominan menunjukkan bangunan tua...Seruput kopi tersaji namun tidak dengan pisang panggang Hj Minah karena belum siap di pagi ini. Semakin menarik....

Melintas kampung itu lagi menuju kompas kota di jam gadang kota bukittinggi...terlihat suasana keseriang kota bukittinggi, lagi-lagi masyarakat minang. Barangkali dari tengkorak wajah mereka berlainan walau masih menunjukkan orang minang...orang jawa biasanya cepat mengetahui kalo orang minang dilihat dari perawakan wajahnya. Dan ternyata sama juga ketika melihat orang minang melihat kening pipi dan mata orang jawa pasti bisa mengenal langsung...subhanallah.

Dari ranah wajah itu tidak lupa khas orang cina yang sudah terasa menjadi wajah bukittinggi. Namun kita berkilas jantung agar ternyata mereka sangat akrab dengan orang minang baik sikap maupun bahasa yang sudah satu dengan orang minang. keunikan yang mungkin tidak didapat oleh orang kota lain dengan bahasa, logat dan kultur yang biasanya beda sekali walau mereka masih tetap memiliki rumah pemakaman dan tempat ibadah sendiri.

hujan gerimis menderis suasana bukittinggi dalam hangat kalbu setitik dalam hipotalamusku...


View Larger Map
Baca Selanjutnya

widget